Managing Director, Bosch di Indonesia. Andrew Powell memberi keterangan kepada wartawan di Jakarta, Selasa (14/1/2020). ( Foto: Beritasatu Photo/Uthan ) |
Dukungan itu diwujudkan dengan menyalurkan donasi senilai total Rp 631 juta, yang terdiri dari Rp 250 juta untuk pembangunan asrama, dan 25.000 Euro atau setara Rp 381 juta, untuk biaya kebutuhan pokok selama lima tahun.
Managing Director Bosch di Indonesia, Andrew Powell, mengatakan, keterbatasan aksesibilitas dan sarana prasarana pendidikan turut berimbas pada rendahnya IPM di Provinsi Papua. Hal ini menjadi alasan kuat bagi Bosch dan Yayasan Tunas Bakti Nusantara untuk memprioritaskan Papua sebagai fokus kepedulian.
"Kami merasa terhormat dapat berkontribusi mewujudkan kediaman bagi anak-anak pedalaman di Papua, yang tidak hanya nyaman, tetapi juga menghadirkan kemudahan akses terhadap sarana prasarana pendidikan," ujar Anrew Powell di Jakarta, Selasa (14/1/2020).
Powell menambahkan pihaknya telah menyalurkan donasi senilai Rp 250 juta untuk tahap pertama pembangunan asrama dari keseluruhan tiga tahapan bagi anak-anak pedalaman Papua yang mengalami kesulitan aksesibilitas menuju sekolah.
Perusahaan juga menyalurkan donasi senilai 25.000 Euro secara bertahap selama lima tahun yang dimulai 2019 untuk subsidi kebutuhan pokok bagi penghidupan sekitar 35 anak.
"Tak berhenti di situ, kami akan menyiapkan program pemberdayaan berupa pelatihan serta pemberian alat pertukangan untuk produksi kerajinan tangan khas Papua, menyasar anak-anak yang menjelang lulus sekolah. Dengan demikian, mereka akan mampu berpenghasilan dan lebih mandiri," tandas Powell.
Ketua Yayasan Tunas Bakti Nusantara, Teguh Dwi Nugroho, menjelaskan, selama ini para siswa SDN Muko Tanah Merah, Distrik Yaro, Nabire, harus menempuh jarak yang jauh untuk bersekolah.
"Bahkan ada yang membutuhkan waktu dengan berjalan kami selama 3-5 jam dari tempat tinggal mereka dengan melewati hutan dan penggunungan," kata Teguh.
Teguh menambahkan, jauhnya jarak tersebut membuat salah satu guru sekolah merelakan dapurnya sebagai asrama agar anak-anak suku Dani tersebut tidak perlu lagi berjalan jauh.
"Untuk itu, kami membangun asrama untuk para siswa yang berusia antara 6-12 tahun, agar mereka bisa mengenyam pendidikan dengan kapasitas 18 putra dan 15 putri," tutup Teguh.
Sumber: BeritaSatu.com